Belajar Bersyukur Dari Kopi Tanpa Gula


Cangkruk bareng bule Amerika

Sejak remaja saya memang telah mengkonsumsi kopi, pun hingga tulisan ini dibuat saya tetap mengkonsumsi kopi. Ya walaupun bukan tergolong penggemar berat kopi. Saya tidak harus mengkonsumsi kopi jenis ini itu dengan takaran sekian gram diproses dengan cara sedemikian rupa. Asalkan itu kopi, walaupun hanya kopi bubuk, air dan gula itu sudah cukup bagi saya.



Biasanya kopi yang saya nikmati mengandung sedikit campuran gula, sehingga terasa agak pahit. Sangat jarang saya membuat atau memesan kopi yang dominan rasa manis. Begitu pula dengan kopi tanpa gula sama sekali, hampir tidak pernah.

Saya menikmati kopi di berbagai kesempata terutama waktu santai. Cangkruk bareng teman, sambil baca buku, saat garap laporan / tugas kuliah (ini termasuk kegiatan santai ya😂) hingga waktu naik gunung atau sekedar kemping ceria.

Tengah tahun 2017 saya berkesmpatan untuk mendaki gunung di ujung utara Amerika, Gunung Denali. Pastinya saya (bersama tim) juga membawa kopi untuk diseduh di saat istirahat pendakian. Kebetulan juga semua tim saya juga doyan ngopi.

Cangkir demi cangkir kami nikmati minuman yang identik dengan warna hitam ini. Semua berjalan biasa saja, sama seperti biasanya. Namun ternyata kami salah perhitungan dengan pendamping kopinya. Gula, ya kami kehabisan gula padahal perjalanan masih menyisakan beberapa hari lagi.

Dengan terpaksa kami menikmati kopi tanpa gula. Tanpa ada rasa manis sama sekali. Tapi walaupun begitu, kami tetap bisa menikmatinya. Tidak mempermasalahkan rasa kopi yang teramat pahit, tidak pula meributkan salah perhitungan terkait gula.

Sangat indah dan menyenangkan, dan seringkali insiden gula ini kami jadikan bahan candaan saat itu bahkan hingga saat ini juga.

Di satu momen, camp kami kedatangan tamu pendaki lain dari Nepal dan Amerika. Salah satu yang bisa kami suguhkan adalah kopi Indonesia. Yang tentunya tanpa gula juga. Saya bisa merasakan rasa pahit dari raut wajah rekan Amerika kami, Skip saat baru menyeruput kopinya. Saya langusng saja berujar kalau warga Indonesia banyak yang memiliki selera kopi pahit tanpa gula. Skip hanya mengangguk-angguk memahaminya.Saya tertawa dalam hati tanpa rasa bersalah 😆.

Kami semua tetap bisa bahagia, tertawa, bernyanyi bersama walaupun lidah yang sepertinya tak sependapat karena kopi pahit itu.

Dari situ saya benar-benar belajar bahagia itu saat bisa mensyukuri apa yang kita miliki. Walaupun tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan, tapi saat berfikir itu nikmat, pasti kita bisa menikmatinya. Bahagia itu cukup apa adanya, tentunya setelah kita berusaha sebelumnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DANAU TUNJUNG, ARGOPURO

PERLENGKAPAN MENDAKI GUNUNG

ARGOPURO 2018