33 JAM PERJALANAN MENUJU GERBANG PERADABAN (PART 1)

15 Juli 2017 sekiranya pukul 19.33. Setelah mas Yasak dan mas Roby diterbangkan dengan helikopter ke kota, saya dan kang Ian pun akan segera packing dan bergergas untuk segera turun juga. Ya, walaupun saat itu sudah lewat jam setengah 8 malam, tapi nyatanya saat itu masih sangat terang. Jadi sama sekali tidak berpengaruh pada perjalanan kami.

Sesaat setelah memulai perjalanan turun dari Camp 4. Kondisi tidak turun salju tapi langit sudah mulai gelap.

Pamitlah kami ke ranger yang berjaga saat itu, sambil bercerita kalau kami akan turun saat itu juga. Namun menurut ranger, itu keputusan yang sangat berisiko tinggi. Mengingat di pagi-sore masih hujan salju yang sangat lebat. Dampaknya jalanan masih tertutup salju dan yang paling bahaya adalah tumpukan salju di tebing-tebing juga berpotensi menjadi longsoran yang tentu saja sangat dihindari oleh para pendaki.

Keputusan dikembalikan lagi ke kami berani mengambil risiko tersebut atau menunggu kondisi lebih stabil. Akhirnya kang Ian memilih untuk stay semalam lagi demi keselamatan kami tentunya. Keputusan yang sangat tepat.

Keesokan harinya, bangunlah kami agak siang sedikit. Selain masih capek, juga menunggu matahari lebih bersinar. Ngopi, masak, makan, dilanjut packing. Sekitar pukul 10.45 kami berdua telah siap untuk turun. Kami melihat ada 2-3 tim lain juga telah siap untuk turun. Namun tak ada satupun dari mereka yang benar-benar turun.

Bisa dipahami, saat itu salju masih menutupi jalur pendakian. Kalau jalan pertama tentu saja akan terasa berat karena harus membuka jalur terlebih dahulu. Untuk tim di belakangnya terasa lebih mudah karena tinggal mengikuti jalan yang sudah dibuka tersebut.

Tidak melihat tanda-tanda ada tim yang akan berangkat, akhirnya kami memutuskan untuk turun terlebih dahulu. Menjelang tengah hari yang cukup terik, yang berarti cuaca ideal untuk melanjutkan perjalanan, akhirnya kami turun.

Benar saja, salju masih sangat tebal. Kami harus melewati salju yang tak jarang mencapai lutut kami. Belum lagi harus menyeret sled yang cukup berat karena sebagian barang bawaan mas Robi dan mas Yasak kini menjadi tanggung jawab kami.

Belum lama kami berjalan, hal yang tak diinginkan datang. Cuaca yang semula cerah tiba-tiba menjadi sangat gelap. Diiringi salju yang turun sangat deras. Badai. Tingkat visibilitas sangat rendah. Bahkan saya kesulitan untuk melihat kang Ian yang berada sekitar 4 meter di depan.

Saat ini kami di posisi yang sulit, posisi terjepit. Cuaca sangat tidak ideal untuk melanjutkan perjalanan. Camp 3 masih jauh, namun kembali ke camp 4 juga akan memakan banyak waktu dan tenaga. Kami putuskan untuk lanjut turun.

Tambah lama, tambah deras salju turun, tambah gelap juga. Ketebalan salju juga semakin menjadi-jadi. Kini kami harus menghadapi tumpukan salju setinggi paha yang tentu saja semakin memperberat perjalanan kami.

Sempat saya melihat kembali ke belakang, dan betapa terkejutnya saya. Ternyata perjalanan turun melenceng cukup jauh dibanding jalur saat naik. Terbukti juga dengan tidak terlihatnya wands yang menjadi penanda jalur pendakian. Menurut kang Ian itu sudah menjadi hal yang biasa, apalagi dengan cuaca seperti ini.

Semakin lama cuaca semakin memburuk. Kondisi yang sangat-sangat tidak ideal untuk jalan. Mendirikan camp saat itu juga berarti bunuh diri. Mau tidak mau harus tetap jalan. Berkali-kali terjatuh, belum lagi sled yang terkadang meluncur dan terguling-guling mendahului kami. Karena memang saat itu kondisi medan yang berupa turunan sangat curam.

Setelah sekitar 11 jam berjalan, akhirnya kami sampai di Camp 3. Suasananya cukup mengerikan. Hujan salju memang sudah reda, namun tetap gelap. Camp 3 sendiri saat itu sangat sepi, hanya nampak wands yang ditinggalkan pendaki di sana. Sekilas terlihat seperti batu nisan di pemakaman kota mati, mirip-mirip di game silent hill.

Kami hanya mendapati 2 tim yang saat itu sedang berkemah di sana. Setelah sedikit ngobrol, kami lanjut menuju ujung dari Camp 3 ini karena memang di situ kami menimbun logistik saat perjalanan naik.

Setelah menemukan tempat camp, kami keluarkan logistik yang kami timbun. Setelah itu kami mendirikan tenda untuk beristirahat. Akhirnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DANAU TUNJUNG, ARGOPURO

OLAHRAGA, BAHAGIA, DAN INSOMNIA

GEAR OUTDOOR FAVORIT #1 - NALGENE WIDEMOUTH 1 L