SENAM DAN STROKE
Setelah ayah meninggal, Ibu menikah lagi saat saya berusia kurang lebih 4 tahun, yang kemudian saya panggil Bapak. Kehidupan kami pun turut banyak berubah. Yang awalnya saya dan Ibu tinggal di Kota Probolinggo jadi pindah ikut Bapak di daerah Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo.
Kehidupan kami ya selayaknya keluarga pada umumnya, tidak terlalu bergelimang harta namun juga tidak pernah kekurangan. Bapak bekerja sebagai PNS di Dinas Pertanian Kota Probolinggo. Tidak ada masalah berarti dalam keluarga kami.
Hingga pada suatu saat, di kantor Bapak ada acara senam sehat rutin bersama seluruh keluarga kantor. Ibu pun turut serta ikut dalam acara tersebut. Namun tak seperti biasanya, Bapak dan Ibu pulang lebih awal. Malahan kata Ibu, Bapak tidak sempat ikut acara senam sama sekali, sesampainya di kantor hanya diam di mobil saja. Bapak merasa tidak enak badan, maka dari itu memutuskan untuk pulang.
Saat sampai di rumah, Bapak langsung diperiksa oleh bidan, Bu Ketut namanya, yang kebetulan bertugas di puskesmas pembantu yang berada persis di samping rumah. Tensi darah Bapak terlampau tinggi. Akhirnya setelah pemeriksaan lebih lanjut, Bapak didiagnosa terserang stroke.
Beruntungnya saat pulang dari kantor Bapak masih sanggup menyetir mobil dengan selamat sampai di rumah. Tak tebayang jika di tengah perjalanan tiba-tiba Bapak langsung drop. Mungkin akan mengakibatkan kecelakaan fatal.
Berbagai pengobatan dijalani, namun tidak ada yang bisa membuat bapak sembuh dan pulih seperti dulu kala. Bahkan membuat Bapak harus pensiun lebih awal sebagai PNS.
Tahun demi tahun telah berlalu. Bu Ketut sudah tak tinggal di Puskesmas Pembantu samping rumah, beliau sudah membangun rumah sendiri yang tidak jauh dari situ. Kini Puskesmas Pembantu itu dihuni oleh seorang dokter gigi, yang saya lupa namanya.
Dokter gigi itu ternyata sangat aktif dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Salah satu program beliau dengan mengadakan senam dengan ibu-ibu di desa, sekaligus menjadi instrukturnya.
Keluarga kami turut membantu dengan menyediakan tempat dan sound systemnya.
Ibu saya termasuk orang yang rajin menghadiri senam itu. Selain baik untuk kesehatan, toh acaranya di halaman rumah sendiri dan gratis pula.
Hingga pada suatu hari sesaat setelah senam selesai, masih dengan baju senamnya Ibu berjalan menuju ruang belakang, tiba-tiba oleng dan tubuhnya jatuh ke samping menghantam pintu pagar lipat yang terbuat dari besi. Sontak suara hantaman besi itu mengagetkan ibu-ibu lain yang masih berkumpul.
Dan pada akhirnya Ibu juga didiagnosa terserang stroke, sama seperti bapak.
Entah kebetulan atau tidak, kedua orang tua saya terserang stroke sesaat setelah acara senam. Namun yang pasti itu sudah menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Lalu apakah hal itu menjadikan saya trauma dan anti terhadap senam?? Jawabannya tentu saja tidak. Senam merupakan salah satu olah raga yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Mudah dan murah untuk dilakukan. Terkait hasil di belakangnya, tentu saja kita harus kembali menyerahkan semuanya pada Tuhan Yang Maha Esa.
Komentar
Posting Komentar